John Snow: Si reserse pengusut kolera

Rayan Suryadikara
6 min readMar 15, 2021

--

Era industri mengantar Inggris menjadi negeri kerajaan yang makmur sekaligus jorok. Ketika sebuah sampar menyelinap masuk, hanya seorang dokter pantang minum yang menyadari perangainya.

Meme: John Snow memaparkan teori penyebaran kolera kepada para cendekiawan medis di Inggris

Baca dalam bahasa Inggris

Saya rasa hampir semua dari kita sudah tahu siapa Jon Snow. Mungkin sebagian karena menonton Game of Thrones, serial yang sekarang agak tabu dibicarakan setelah season terakhir yang hancur lebur. Mungkin sebagian lagi tidak pernah menontonnya — dan dengan demikian terhindar dari bala pahit yang menimpa para penggemar — tetapi tahu lewat sebaris kalimat populer yang ramai di ranah daring: “Kamu gak tahu apa-apa, Jon Snow!” Nah, mungkin kamu, layaknya saya, juga belum tahu tentang sosok berbeda yang namanya berhomofon dengan si karakter GOT: John Snow.

Sang dokter dan sampar asing

John Snow, seorang dokter Inggris
Dr. John Snow (Wikipedia)

Jadi siapa dia? Jika Jon adalah bangsawan tangguh yang menghadapi pasukan mayat hidup White Walkers, John adalah seorang dokter brilian yang menghabiskan separuh hidupnya melawan musuh yang boleh jadi lebih mematikan: kolera. Terlahir hari ini pada tahun 1813, orang tuanya merasa akal si putra pertama jauh melampaui prospek masa depan sebagai penambang batu bara. Mereka kemudian mengambil keputusan untuk mengirim John kecil ke sekolah, dengan terbatasnya uang yang ada. Pada usia 14 tahun, ia ambil magang kepada dokter yang bertugas di Newcastle. Belajar dengan tekun, Snow bersua musuh bebuyutannya empat tahun kemudian ketika wabah kolera pertama melanda Inggris pada tahun 1831.

Kolera adalah penyakit yang amat menakutkan, apalagi di saat orang-orang masih asing dengan itu. Orang yang terjangkit akan mencengkeram perut mereka dan mulai muntah-muntah dan menceret tanpa henti. Cairan yang keluar begitu banyak sehingga mereka akan mengering dalam hitungan jam — ditandai dengan kulit keriput dan mata cekung. Mereka kehilangan begitu banyak cairan tubuh — dikenal sebagai syok hipovolemik — sehingga darah mereka mengental dan macet untuk mengalir. Kematian pun di ambang pintu.

Kini, kita tahu bahwa kolera disebabkan kuman bakteri Vibrio cholerae yang ditularkan melalui air yang tercemar tinja. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan menginfeksi usus kecil. Namun, saat itu sebagian besar cendekiawan berkiblat pada teori usang miasma untuk menjelaskan penularan kolera. Teori tersebut mencetuskan bahwa penyakit ini disebabkan oleh “udara buruk” — miasma sendiri berarti polusi dalam bahasa Yunani — yang berasal dari sumber-sumber berbangkai seperti kuburan.

Snow menelaah setiap observasi dari nyawa yang tak dapat dia selamatkan atau tangani dengan baik pada wabah pertama. Dia adalah salah satu orang pertama yang menyadari bahwa sampar itu masuk melalui saluran pencernaan ketimbang pernafasan. Mencurigai sumber air, ia melakukan studi kasus komparatif dimana ia menganalisis dua kelompok penduduk yang masing-masing menimba air dari dua sumur; satu tercampur dengan sampah dan yang lainnya tidak. Sesuai dengan hipotesisnya, hampir semua penduduk dengan sumur tercemar tertular penyakit tersebut. Dengan susah payah, dia melukiskan hasilnya dalam makalah “On the Mode of Communication of Cholera” (Tentang modus komunikasi kolera), terbit pada tahun 1849.

London yang dulu pun bau dan jorok

Sebenarnya sudah jelas bahwa kita bakal jatuh sakit ketika meminum air kotor dan tercemar, tetapi hal ini kurang disadari masyarakat London pada pertengahan abad ke-19. Semuanya dimulai dengan Revolusi Industri, ketika bekerja di lahan tani membutuhkan lebih sedikit orang karena alat-alat pertanian modern sudah mulai diperkenalkan. Orang-orang kemudian bermigrasi ke daerah perkotaan — salah satunya London — di mana pekerjaan justru melimpah.

Masalahnya, London belum siap memfasilitasi lingkungan yang bersih bagi gelombang-gelombang orang tersebut. Kota itu hanya memiliki tangki-tangki septik untuk pembuangan limbah; jaringan selokan belum tersebar dan terstruktur dengan baik. Jika tangki septik mereka meluap, orang-orang membuang limbah mereka — termasuk kotoran — ke jalan atau ke Sungai Thames. Semua jalan dipenuhi tinja, dan sungai yang asri itu pernah dijuluki ‘Si Bau Hebat’ karena baunya yang semakin menyengat.

Pendek cerita, para penduduk telah membiasakan diri dengan gaya hidup yang agak tidak sehat tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar sulit menerima bahwa kebiasaan dan lingkungan mereka sangat berperan dalam penyebaran kolera, bukan karena partikel tak terlihat di udara. Itulah barangkali mengapa dewan kesehatan menolak temuan Snow, barangkali berujar kepada si dokter yang beritikad baik: “Kamu tidak tahu apa-apa, John Snow!” Tetapi Snow belum mlempar handuk, dan dia bertekad untuk mengumpulkan lebih banyak bukti konkret.

Sherlock Holmes dari Jalan Broad

Dia mendapat kesempatan lain ketika wabah kolera melanda distrik Soho pada tahun 1854. Sudah mencurigai sumur-sumur, dia memetakan setiap sumber air di daerah itu dan membuat bagan menurut jarak terdekat ke sumur dari masing-masing tempat tinggal. Kita menyebut teknik pemetaan ini diagram Voronoi. Snow kemudian melihat bahwa pompa air Jalan Broad mengklaim korban terbanyak, dengan beberapa kasus positif palsu dan negatif palsu.

Peta John Snow mengenai korban kolera di Jalan Broad
Ilustrasi pemetaan korban kolera (dipotong dari video Extra History, YouTube)

Dia kemudian menghimpun data-data dan bukti-bukti dari penduduk setempat dengan bantuan Henry Whitehead — pendeta pembantu di wilayah itu— untuk mengkaji indikasi-indikasi yang keliru. Untuk kasus positif palsu — penduduk yang berdekatan dengan pompa Jalan Broad tetapi tidak terjangkit kolera — satu kasus adalah rumah pekerja yang memiliki perigi sendiri, dan yang lainnya adalah lokasi pengolahan bir di mana para pekerjanya hanya minum bir. Untuk kasus negatif palsu — penduduk yang tinggal jauh dari pompa dan tetap terjangkit kolera — mereka adalah anak-anak dan pekerja yang pergi ke sekolah dan tempat kerja dengan melewati Jalan Broad dan acap minum dari pompa. Semua kasus valid!

Berbekal bukti kuat, Snow kembali menulis laporan lengkap tentang bahaya pompa Broad Street. Usahanya akhirnya berbuah; komisi kesehatan lokal memutuskan untuk melepas tangkai pompa tersebut, dan wabah itu pun mereda. Belakangan diketahui bahwa ada kebocoran merembes masuk dari tangki septik sekitar yang tak layak. Tangki septik ini mengandung bekas popok dari bayi yang baru saja meninggal karena kolera, dan kemungkinan besar, dia adalah kasus pertama di lingkungan itu.

Bukan orang yang cepat puas, dia melakukan investigasi berikutnya terhadap dua perusahaan air di bilangan London yang lain. Satu perusahaan memompa airnya di dekat tempat pembuangan limbah; satunya memiliki sumber air yang lebih bersih di dekat hulu. Seperti yang sudah diduga, kolera menginfeksi lebih banyak orang yang mengonsumsi air yang dipompa dekat pembuangan limbah, tempat bakteri itu berada. Kolera benar-benar menyebar melalui air!

Warisan menjulang

Cara Snow melakukan penelitian — menyelidiki dan menghimpun sumber, melacak penularan, memetakan demografi terdampak — adalah cara baru untuk mempelajari penyakit. Dengan demikian, para dokter kini dapat melakukan tindakan preventif seperti mencegah atau mengurung infeksi, tidak sekadar memeriksa setelah ada kasus sakit. Metode-metode ini adalah landasan dari apa yang kita kenal sekarang sebagai epidemiologi.

Namun, bahkan dengan laporannya yang sarat bukti, teori penularan kolera masih belum diterima dengan hangat. Para miasmis masih berpegang pada teori usang mereka, dan butuh bertahun-tahun kemudian bagi dunia medis untuk menerima teori kuman penyakit — melalui Robert Koch dan Louis Pasteur. Snow terus melanjutkan penelitiannya setelah wabah tahun 1854, tetapi empat tahun kemudian, dia meninggal karena stroke pada usia yang relatif muda, 45 tahun.

Perlu diketahui Snow adalah seorang dokter yang ulung dan dihormati. Dia dikagumi oleh banyak koleganya, dan dia mengembangkan cara penggunaan anestetik yang aman. Bahkan, dia adalah dokter yang dua kali dipercaya untuk memberi anestesi kepada Ratu Victoria ketika sang ratu melahirkan. Hanya saja, penelitiannya tentang kolera menelanjangi kebiasaan buruk dan pemikiran lama masyarakat Inggris pada saat itu, dan oleh karena itu, pil itu terlalu pahit untuk ditelan banyak orang.

Tetapi, dia tetaplah seorang raksasa yang meminjamkan bahunya kepada para reformis masa depan yang bertekad untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Selain Koch dan Pasteur, temuan Snow mempercepat gerakan sanitasi di Inggris. Inti dari gerakan ini adalah pembangunan jaringan saluran pembuangan, yang dipimpin oleh insinyur sipil Joseph Bazalgette. Walaupun telah lama dikandung tanah untuk melihat semua perkembangan ini, warisan Snow melompat jauh hingga hari ini.

Dan hari ini, kita mengenangnya pada hari ulang tahunnya. Bagi semua orang yang berjuang untuk memperbaiki dunia dan takut bahwa mereka tidak akan melihat ujung dari upaya mereka, masa depan terjamin untuk selalu menghargai warisan kalian.

--

--

Rayan Suryadikara
Rayan Suryadikara

No responses yet